Tajuk pada sebuah harian media cetak
hari ini, menulis tentang redenominasi rupiah. Pengertian redenominasi rupiah adalah proses penyederhanaan rupiah dengan menghilangkan angka nol. Bukan
pemotongan nilai mata uang. Misalnya dari Rp1000 menjadi Rp1, angka nolnya
dihilangkan tiga digit.
Sebenarnya dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat sudah menerapkan
redenomisasi tersebut. Tajuk mencontohkan bahwa di beberapa pusat perbelanjaan,
restoran dan kafe untuk kalangan kelas menengah atas sudah menggunakan angka
redenominasi seperti untuk minuman seharga Rp33.000 ditulis Rp33.
Pemerintah menargetkan mata uang
redenominasi dan mata uang lama akan beredara bersama pada 2014-2018 dan mulai
2019 mata uang redenominasi berlaku sepenuhnya.
Tajuk menanyakan kesiapan pemerintah dalam menyosialisasikan hal
tersebut kepada masyarakat, mengingat waktu pelaksanaan yang begitu singkat.
Tajuk menggarisbawahi bahwa kunci sukses pelaksanaan redenominasi sangat
tergantung pelaksanaan sosialisasi pemerintah.
Menurut pengalaman penulis, jauh
sebelum digembar gemborkan tentang redenominasi rupiah, masyarakat di kampung
penulis yang notabene masyarakat kelas menengah ke bawah, sudah biasa menyebut
nilai rupiah dengan menghilangkan tiga digit angka nolnya. Pernah suatu hari,
penulis ngobrol dengan seorang tukang kayu tentang harga suatu barang dengan
dialog bahasa Jawa sebagai berikut:”mas, sampeyan mbok tuku alat sing rodo
canggih kae! Wah kae regane larang e mas, regane sewu (Rp1000) kuwi!” Terjemahannya
“mas, kamu beli alat yang canggih itu lho! Harganya mahal mas, alat itu harganya
seribu!”. Harga seribu yang dimaksud sebenarnya adalah satu juta (Rp1.000.000).
Tidak hanya percakapan itu saja, penulis juga sering mendengar tukang becak yang sedang ngobrol dengan
temannya, kalau menyebut nilai uang pasti dihilangkan tiga digit angka nolnya.
Dari kenyataan ini, menurut
penulis kalaupun redenomisasi rupiah diterapkan sekarang masyarakat tidak akan begitu
kaget karena mereka sudah menerapkan hal itu sebelumnya.
pasti nanti menuai keberatan banyak pihak.
BalasHapusTercatat keberatan dgn redenominasi, sebagai berikut:
1. Bupati Pulau Seribu keberatan kalau menjadi Bupati Pulau Satu.
2. Marga Pasaribu keberatan menjadi Marga Pasatu.
3. Ahli bahasa tidak setuju kalau ungkapan 'mengambil langkah seribu' menjadi 'mengambil langkah satu', atau 'seribu janji' menjadi 'satu janji'
4. Sastrawan keberatan kalau sajak Chairil Anwar yg berbunyi 'aku ingin hidup seribu tahun lagi' diganti jadi 'aku ingin hidup satu tahun lagi'.
5. Para da'i sejuta umat tidak mau diganti jadi da'i seribu umat.
6. Biolog tidak setuju ikan seribu Dan binatang kaki seribu diganti menjadi ikan satu Dan binatang kaki satu.
7, Titiek Puspa keberatan kalau lirik lagu 'jatuh cinta sejuta rasanya' diganti jadi hanya 'seribu rasanya'.
8. Para artis tidak setuju acara malam sejuta bintang dikurangi jadi malam seribu bintang
9. Para jutawan tidak mau disebut ribuwan
10. Masyarakat Jawa Tengah Dan Jawa Timur tidak mau mengganti 'nyuwun sewu' jadi 'nyuwun setunggal'
11. Teks pidato yg berisi ungkapan 'beribu-ribu maaf' sulit diubah jadi 'bersatu-satu maaf'.
12. Abu Nawas pun keberatan kalau cinta Seribu satu malam dirubah jadi cinta Satu malam
hihihi.....