13 September 2011

BLACKBERRY…. 0o0o0H…. BLACKBERRY (yang menggugah nasionalisme)

Barang yang satu ini sungguh sangat menarik perhatian saya saat ini, sejak awal kemunculannya di Indonesia sudah menimbulkan masalah.

Saya teringat ketika beberapa waktu lalu, heboh masalah blackberry yang diangkat oleh Menkominfo kita (pak Tifatul). Pak Tif akan mencabut pengoperasian blackberry di Indonesia dengan alasan masalah pornografi. Hal ini menimbulkan banyak komentar yang mengalir dari masyarakat, dan sebagian besar komentar yang tidak setuju dengan langkah menkominfo. Setelah muncul komentar-komentar pedas dari masyarakat, akhirnya pak Tif mengkonfirmasikan bahwa sesungguhnya tidak hanya masalah konten porno yang dituntut tetapi ada permasalahan lain yaitu RIM sebagai operator blackberry dituntut untuk membangun server di Indonesia. Sehingga pemerintah dapat melakukan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan dan dari sisi perekonomian, Indonesia dirugikan karena tidak bisa memungut pajak dari mereka. Kemudian diminta agar RIM juga merekrut dan menyerap tenaga kerja Indonesia secara layak dan proporsional. (salut buat pak Tif….!!!)

Sekarang blackberry menjadi bahan pembicaraan lagi ketika Menkeu (pak Agus) akan mempertimbangkan kembali perjanjian perdagangan bebas (ATF) yang sudah dilakukan dengan Negara-negara ASEAN dan Negara lainnya. Hal ini dipicu oleh pemilihan RIM yang akan membangun pabrik sebagai produsen blackberry dinegara tetangga kita Malaysia. Padahal mereka (Malaysia) menawarkan diri untuk pembangunan pabrik itu dengan alasan salah satunya adalah pangsa pasar yang besar di Indonesia. (Wah..wah… kita hanya jadi pangsa pasar saja pantas pak Agus marah)

Usulan untuk mengenakan PPnBM atas impor blackberry menjadi salah satu alternative agar kita tidak hanya menjadi pangsa pasar aja, sedangkan yang mengeruk keuntungan justru Negara tetangga kita. Biarlah kena sanksi WTO toh negara lain juga melakukannya (Kalau perlu dikenakan PPN Impor dan PPnBM Impor yang tarifnya paling tinggi aja pak, hihihi….)

28 Juni 2011

HAKIKAT PERAYAAN ULANG TAHUN KELAHIRAN

Bulan lalu adalah ulang tahun kelahiranku. Dan tiga hari sebelum tanggal kelahiranku, aku kehilangan ibunda tercinta. Beliau dipanggil kembali kehadirat Allah Yang Maha Penyayang setelah dua minggu berjuang melawan sakit. Ibunda yang melahirkanku dengan segala pengorbanan baik jiwa maupun harta. Kemudian membesarkanku dengan kasih sayang yang tiada mungkin aku dapat membalasnya. Hanya kesabaran yang terpancar diwajah beliau. Tidak ada dalam hatinya perasaan marah sedikitpun ketika aku telah membuat kecewa hatinya. Aku coba merenung di tanggal kelahiranku, betapa beratnya perjuangan ibu melahirkan aku yang hanya dibantu seorang dukun bayi di sebuah desa yang terpencil. Di akhir hidupnyapun tidak tampak penderitaan yang dialami, walaupun kadang beliau mengeluh tentang sakitnya yang dialami di hari-hari terakhirnya. Tapi dari wajah ibunda selalu terpancar kebahagiaan bahkan ketika menerima tamu yang menjenguk di rumah sakit. Hari-hari terakhir itu, telah membuatku lengah. Aku yakin ibu akan segera sembuh, beliau sudah mau makan dan lumayan banyak. Ketika aku pamit untuk kembali ke Jakarta, tampak kesedihan di wajah ibu. “Aku ojo ditinggal tho le.. le..!”, begitu kata ibu. Sedih memang mengingat itu, tapi semua yang bernyawa pasti akan kembali kepada Allah. Sabar..sabar…dan sabar…., hanya itu yang bisa aku lakukan. ”Ibunda, insyaAllah engkau meninggal dalam keadaan khusnul khotimah,”….

Kembali ke ulang tahun kelahiran, aku teringat beberapa tahun lalu seseorang teman yang mengirimkan sebuah puisi karya Taufik Ismail, hati ini jadi merenung kembali. Sungguh milad kelahiran itu adalah mengingatkan kita akan perjuangan berat seorang ibu yang melahirkan kita. Pengorbanan beliau dalam membesarkan kita. Bukan pesta-pesta, tiup lili, dapat kado ulang tahun, bahkan cipika-cipiki. Kalaupun ada kado yang pantas menerima adalah ibunda kita, Kalaupun ada ucapan ultah yang pantas menerimanya adalah ibunda kita.

Inilah puisi karya Taufik Ismail itu:

Cerita Seorang Anak yatim Piatu Selepas Pesta Ulang Tahun Tetangganya

Seminggu lalu
datanglah undangan
untuk kami anak-anak penghuni panti asuhan
diantarkan seorang ibu
dan anak gadisnya.

Sekolahnya kira-kira di SMA
mereka naik Corolla biru

dari pakaian, cara bicara dan perilaku
kelihatan tamu ini orang gedongan
golongan yang hidup lebih dari kecukupan.

Mereka mengundang
anak-anak panti asuhan
untuk ikut acara ulang tahun
Rebo jam tujuh malam.

Dan berangkatlah kami pada waktu yang ditentukan
berjumlah dua puluh tiga, termasuk bapak dan ibu asrama
jalan kaki bersama, karena jaraknya cuma terpisah sepuluh rumah saja.

Rombongan disilakan masuk dengan ramah
dan anak-anak berusaha duduk di belakang-belakang saja
tapi disuruh berbaur dengan tamu-tamu lainnya
para remaja belasan tahun
mereka sehat-sehat, harum-harum
berbaju mahal dan tembem-tembem pipinya
saya berjuang melawan sifat minder saya
duduk di tengah ruang tamu yang luas.

Di atas karpet bersila, pegal dan canggung
di antara jajaran barang antik dan macam-macam perabotan
di bawah lampu kristal bergelantungan.

Tapi alangkah aku jadi heran
tidak ada acara potong kue dan tiup lilin
tidak ada tepuk tangan mengiringi
lagu Hepi-Bisde-Tuyu
Hepi-Bisde-Tuyu.

Lalu seorang remaja membaca
Surah Luqman dengan suara amat merdunya
dan suaranya berubah jadi untaian mutiara
yang berkilauan jadi kalung di leher pendengarnya.

Kemudian
Lia yang berulang tahun
berpidato sangat mengharukan
dalam acara seperti ini
bukan saya yang jadi pusat perhatian
diperingati atau dihargai

tapi mama
ya, mama kita
ibunda kita
dan
ayahanda.
Ibunda dan ayahanda
pusat perhatian kita.

Hari ini, enam belas tahun yang lalu
mama melahirkan saya
posisi saya sungsang
saya terlalu besar
jadi mama harus sectio caesaria

mama dibedah,
berdarah-darah
seluruh keluarga khawatir dan berdoa
di luar ruang operasi
duduk menanti berita
dalam kecemasan luar biasa
tapi alhamdulillah
kelahiran selamat
walaupun mama sangat menderita

Sekarang ini, enam belas tahun kemudian
ulang tahun saya dirayakan
saya pikir, tidak logis saya jadi pusat perhatian
harus mama yang jadi pusat perhatian
mama. Bukan saya
saya pikir, tidak logis saya minta kado
harus mama yang diberi kado

Anak gadis itu berhenti sebentar
dia sangat terharu
kemudian dia mengambil sebuah bungkusan
kertas berkilat, diikat pita berbentuk bunga.

Mama
terima kasih mama, terima kasih
mama telah melahirkan
saya dengan susah payah
mama menyabung nyawa
berdarah-darah.

Persis
malam ini, 16 tahun yang lalu
terimalah rasa terima kasih ananda
tidak seberapa harganya.

Mamanya berdiri
terpukau pada kata-kata anak
gadisnya
terharu pada jalan pikirannya
yang dia tak sangka-sangka
dia langsung memeluk anaknya
terguguk-guguk menangis
keduanya tersedu-sedu
hadirin menitikkan air mata pula
suasana mencekam terasa
dan hening agak lama

Kemudian kakak pembawa acara berkata
para hadirin yang mulia
ini memang kejutan bagi kita
karena dengan tahun yang lalu
acara ini berbeda
Lia tidak mau tiup lilin jadi acara
karena ditemukannya di ensiklopedia

Manusia di Zaman Batu di Eropah
percaya pada kekuatan
nyala lilin, begitu tahayulnya
bisa mengusir sihir, roh jahat, leak dan
memedi begitu katanya
termasuk si jundai, setan, hantu, kuntilanak dan
gendruwo.

Dan itu berlanjut ke zaman Romawi kuno
lalu dikarang lagi
berikutnya superstisi
yaitu apabila lilin-lilin itu sekali tiup nyalanya
semua mati.

Maka akan terkabul
apa yang jadi cita-cita di dalam hati.

Lia tidak mau acara ulang tahunnya
oleh tahayul jadi bernoda
acara yang ditentukan oleh budaya jahiliah zaman
purbakala.

Katanya: “Kok tiupan nyala 16 lilin
bisa menentukan nasib saya?
Allah yang menentukan nasib saya.

Sesudah kerja keras saya
saya tidak mau dibodoh-bodohi tahayul
walaupun itu datangnya dari
barat atau pun timur juga.

Saya tidak mau dibodoh-bodohi budaya mereka
minta kado dari papa dan mama
minta kado dari keluarga dan
kawan-kawan saya.

Saya tidak mau cuma jadi kawanan burung kakaktua
burung beo yang pintar meniru adat Belanda dan Amerika
dalam acara ulang tahun kita
begitu katanya.

Sesudah bertangis-tangisan
dengan ibunya
berkatalah yang berulang tahun itu

Hadiah paling saya
harapkan dari kalian
adalah doa bersama
sesudah hamdalah dan
salawat
karena saya ingin jadi anak yang baik laku
jadi perhiasan di leher ibuku
jadi penyenang hati ayahku
rukun dengan kakak-kakak dan
adik-adikku
bertegur-sapa dengan semua tetangga
dan kelak ketika dewasa
berguna bagi Indonesia.

Anak yatim piatu yang mendapat undangan itu
lihatlah bersama kawan-kawannya
disilakan makan bersama-sama
dengarlah kisah kesannya.

Kini, dalam acara makan kunikmati nasi
beras Rajalele yang putih gurih
dendeng tipis balado, ikan emas panggang
dan udang goreng, besar dan gemuk-gemuk
belum pernah aku memegang udang sebesar itu.

Di asrama ikan asin dan tempe
seperti nyanyian yang nyaris abadi
kadang-kadang makan pun cuma sekali sehari.

Ketika kulayangkan
pandangku ke depan
kulihat tuan rumah yang baik hati itu
bapak dan ibu itu
berdiri bersama Lia anak gadisnya
berbicara amat mesranya.

Kubayangkan ayahku almarhum
mungkin seusia dengan bapak ini
beliau meninggal ketika umurku setahun.

Kubayangkan ibuku almarhumah
wafat ketika aku kelas enam SD
mungkin seusia pula dengan ibu itu.

Tidak pernah aku merayakan ulang tahunku
Tidak pernah.

Semoga sorga firdaus jua
Bagi ibu bapakku

Panas
mengembang di atas pipiku
tak tertahan
titik air mataku.


Taufik Ismail, 2007

11 Mei 2011

ANTARA DO’A DAN PALU

Judul ini aku ambil dari sebuah kejadian yang aku alami beberapa hari lalu ketika ada acara workshop (istilahnya jadi aneh jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia)

Sebuah sms aku terima di minggu siang. “mas, sampeyan diminta untuk baca do’a pada acara besok.” Byuh, modar aku !!!.... bukan apa-apa...aku ini termasuk yang demam panggung, jadi kalau disuruh maju untuk apa saja pasti deg-degan. Sebenarnya banyak masukan dari buku, teman yang ngasih tahu cara menghilangkan demam panggung itu tapi kok ya tetap aja. Apa aku harus ke dukun ya! Upst jangan boss.............. itu syirik!!! Kata hatiku berbisik.

Bismillah....aku pasti bisa.... (terngiang2 kata teman sekosku: ”orang takut ketinggian itu wajar karena banyak orang mati karena jatuh dari tempat tinggi, tapi gak ada ceritanya orang mati karena ngomong, makanya nggak usah takut ngomong”). Hemm...adhem...mak nyess hati ini mengingat itu. Maju kamu pasti bisa.....

Langkah pertama adalah googling kumpulan do’a yang pas untuk dibaca nanti. Alhamdulillah berkat bantuan teman ketemu juga. Acara dimulai tepat pukul 8 pagi, setelah sambutan dari pimpinan dilanjutkan dengan pembacaan do’a. Alhamdulillah walau agak gemetar tergolong sukses juga bacanya.

Acara berlangsung dua hari dan tibalah acara penutupan yang akan disampaikan oleh bapak pimpinan lagi. Kebetulan waktu mau turun ke ruang acara bertemu dengan bapak pimpinan di depan lift. Beliau langsung menunjuk,” mas sampeyan baca do’a lagi lho”. Karena kaget spontan kujawab,” maaf pak gak ada di rundown acaranya, langsung pidato penutupan bapak aja,”.

Jantung langsung terasa dag dig dug, “wah yen dipeksa moco donga piye iki” gumamku.
Untungnya pak pimpinan berkata lain,” ya udah carikan palu aja,” Seketika aku sama temanku bergegas mencarikan palu ke bagian umum. Tanya ke pegawai disana katanya yang ada palu besi bukan palu kayu yang khusus untuk acara. Belum menyerah aku mencari ke lantai 6 karena menurut informasi kemaren ada acara rapat mereka punya palu kayu itu. “Daripada disuruh baca do’a, mending cari palu aja deh, hehehe...”

Alhamdulillah dapat palunya dan pada saat penutupan akhirnya gak ada pembacaan do’a tapi pengetokan palu sebagai tanda acara ditutup.

Baru sadar ternyata palu bisa menggantikan pembacaan do’a, soalnya waktu pembukaan gak pake acara ketuk palu tapi pembacaan do’a hihihi........

14 April 2011

Tips mematikan ikan Lele tanpa kekerasan

Artikel pendek ini saya tulis bermula dari pertanyaan seorang teman yang akan memasak ikan lele. Sebelumnya saya pernah cerita ke teman tadi kalau liburan kemaren kegiatannya menangkap ikan lele. Dia tahunya kalau matikan ikan lele ya dipukul kepalanya. "Hiii....sadis bgt, nggak mau ah !!!" katanya. "Itu sih cara kejam, kalau gak mau kejam gampang!!! udah ikannya di hipnotis aja, hehehe..."jawabku. Akhirnya saya kasih tahu tipsnya mematikan ikan lele tanpa harus memukul kepalanya. Mudah banget kok, taruh ikan lele di suatu tempat terus kasih garam secukupnya kemudian tutup tempat tsb dalam waktu secukupnya sampai ikan lele mati. Udah gitu aja... gampang khan!!! Oh ya, supaya ikan lele ga terasa asin bgt, rendam atau cuci ikan lele dengan air bersih agar hilang rasa asinnya.
Selamat mencoba deh, semoga bermanfaat!!!

01 Februari 2011

SEJAHTERANYA NEGERIKU……….(WELFARE OF MY COUNTRY)

Negeriku tercinta adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang berjumlah sekitar 237,6 juta orang. Dari 237,6 juta orang itu, 88% lebih adalah penduduk yang beragama Islam. Berbagai masalah dihadapi bangsa ini sejak masih dijajah sampai dengan saat ini. Salah satu masalah yang sangat penting adalah adanya kemiskinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Badan Pusat Statistik baru-baru ini mempublikasikan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan) di Indonesia hingga Maret 2010 sekitar 31,02 juta jiwa. BPS mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Terdapat perbedaan dalam menentukan garis kemiskinan. Menurut BPS, pengertian miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan pangannya. Bagi orang miskin, kebutuhan pangan merupakan kebutuhan terbesar yaitu 73% sedangkan kebutuhan lainnya sebesar 17%. Angka ini masih diperdebatkan karena kenyataannya jumlah masyarakat yang menerima Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sekitar 79 juta jiwa. . Wow, jumlah yang sangat besar. Ini merupakan beban yang berat bagi pemerintah untuk dapat mengentaskan rakyat yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Berbagai program dilaksanakan pemerintah untuk dapat mendorong masyarakat terbebas dari jurang kemiskinan. Untuk membiayai seluruh program yang dijalankan, pemerintah menggunakan dana yang berasal dari pajak dan non pajak. Program yang dilakukan oleh pemerintah merupakan alat untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur. Diharapkan dengan adanya sarana prasarana yang baik, masyarakat akan bergerak dengan sendirinya untuk melakukan usaha yang bisa memberikannya pendapatan. Disamping itu, ada program pemberian bantuan atau pinjaman kepada masyarakat. Menurutku program ini cukup tepat untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Program yang dijalankan saat ini seperti PNPM Mandiri. Tapi berkali-kali yang menjadi kendala adalah pelaksanaan dilapangan. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan, perlu komitmen/istiqomah yang kuat dari seluruh elemen bangsa ini untuk melaksanakan program ini. Mulai dari pejabat ditingkat pusat sampai pejabat ditingkat paling bawah, dari masyarakatnya sendiri. Sehingga tidak lagi pernah terdengar lagi adanya penyimpangan-penyimpangan dana program ini. Walaupun pemerintah telah berusaha keras didalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan namun jumlah penduduk yang miskin belum berkurang justru semakin bertambah. PHK massal menyebabkan jumlah pengangguran bertambah banyak.

Ada sebuah cara yang bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan tepat. Cara ini pernah dilakukan di masa lalu, masa dimana Islam pernah berjaya yaitu masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Sedikit menggambarkan bagaimana kehidupan seorang pemimpin seperti Umar bin Abdul Aziz. Beliau dibesarkan dari lingkungan istana yang berlimpah kemewahan. Tetapi semua itu beliau tinggalkan ketika dibai’at menjadi pemimpin. Beliau memimpin dengan kesederhanaannya. Beliau tidak mau menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadinya. Bahkan istrinya pun diminta memilih hidup dengannya atau dengan kekayaan yang dimilikinya. Dan satu hal yang membuat kepemimpinannya dikenal adalah tercapainya kesejahteraan rakyatnya. Tidak ada satupun rakyatnya yang miskin, sampai-sampai mereka kebingungan dalam menyalurkan zakat karena tidak ada satupun rakyat yang mau menerima zakat.

Negeriku adalah negeri dengan jumlah penduduk 88% lebih adalah umat Islam. Tidak berlebihan kiranya menerapkan salah satu syariat Islam ini didalam kehidupan negeri ini. Saat ini dinegeri ini sudah ada undang-undang zakat, sudah berdiri puluhan bahkan ratusan Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Dengan jumlah penduduk yang sebagian besar adalah muslim, tentunya potensi zakat dinegeri ini sangatlah besar. Data terakhir dari BAZNAS menyatakan potensi zakat pada tahun 2010 ini sebesar Rp. 100 Trilyun. Jika digali lebih intens lagi tentu akan memberikan pemasukan zakat yang lebih besar dari itu.

Menurutku masih ada permalahan yang dihadapi dalam manajemen zakat di Indonesia. Dari metode pengumpulannya hingga penyalurannya masih banyak yang perlu dibenahi. Metode pengumpulan zakat sudah dijelaskan didalam Al-quran Surat At-Taubah ayat 103, dimana zakat itu harus diambil/dipungut dari para muzakki. Muzakki adalah masyarakat muslim yang mempunyai/memperoleh penghasilan diatas nishob/batasan kena zakat. Nishob disesuaikan dengan masing-masing jenis zakatnya.

Di jaman kepemimpinan Abu bakar Ashshiddiq, zakat dipungut dari muzakki dan bagi mereka yang membangkang untuk membayar zakat maka akan diperangi. Di negeriku, hal ini belum diterapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, diantaranya belum adanya peraturan yang mewajibkan zakat bagi muzakki sehingga tidak ada sanksi tegas bagi mereka yang tidak mau membayar zakat. Zakat di negeri ini masih hanya sebagai ajakan/himbauan bagi masyarakat muslim untuk menjalankan syari’at.

Masalah lainnya yang juga penting adalah penyaluran zakat. Penyaluran zakat sudah diatur di dalam Al-qur’an surat At Taubah ayat 60. Mereka yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan saja. Permasalahan dalam penyaluran zakat di negeri ini adalah belum bisa menyentuh seluruh masyarakat miskin diseluruh penjuru negeri. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti jumlah zakat yang terkumpul masih sedikit sehingga perlu dilakukan pemilihan/seleksi ketat siapa yang berhak memperoleh zakat. Tetapi masalah terpenting didalam penyaluran zakat adalah tidak adanya database yang akurat tentang siapa saja mustahiq (yang berhak untuk menerima zakat) di negeri ini. Sebagai contoh, jumlah penduduk miskin yang dikeluarkan oleh BPS tidak sama jumlahnya dengan warga yang menerima jamkesmas.

Seandaianya manajemen zakat sudah terbentuk dengan baik dan umat Islam di Indonesia dengan kesadarannya mau membayar zakat, saya yakin negeriku ini akan menjadi negeri yang sejahtera, adil, dan penuh dengan ampunan Allah SWT. Seperti yang tercantum dalam Al qur’an menjadi Negara “baldatun thoyyibatun warobbun ghoffur”

13 Januari 2011

CATATAN AKHIR TAHUN (PERJUANGAN ANGGOTA LASKAR SENJA)

Berharap bisa sampai di kota idaman dengan waktu lebih cepat dan bisa menikmati pergantian akhir tahun disana, aku dan lima orang teman berniat untuk pulang sebelum waktunya. Kami sudah membeli tiket kereta api Gaya Baru Malam Selatan dua hari sebelumnya. Kami meluncur ke stasiun Jatinegara bersama-sama sekitar pukul 11.00 wib. Jadwal keberangkatan kereta GBM dari stasiun Jatinegara pukul 12.32 wib. Sebelumnya kami sudah mencari informasi ke seorang teman yang pernah naik kereta ini. Katanya, kalau naik di stasiun Jatinegara mending sholat jum’atnya di Pasar Jaya aja lantai 3. Disana khutbahnya pendek, jadi masih banyak waktu untuk ngejar kereta. Dengan berbekal informasi tersebut kami memutuskan sholat jum’at disana.

Pukul 12.00 wib pak khotib sudah mulai berkhutbah. Detik demi detik berlalu berganti menit. Khotib masih terus berkhutbah dengan semangatnya. Aku mulai resah ketika melihat jam ditanganku, ternyata sudah pukul 12. 20 wib. Aku berbisik ke Agung yang duduk disebelahku. “Mas kalau sampai pukul 12.25 belum selesai kita cabut aja”. “Gak bisa keluar”, kata Agung. Lalu dia bertanya ke Dono. Kata Dono waktunya masih cukup. Walaupun hati ini semakin resah, tapi kami tetap menyelesaikan sholat jumat sampai selesai. Begitu salam, kami bergegas menuju stasiun. Dua orang teman (Robi dan Dono) masih melanjutkan sholat jama’ Ashar. Sesampai di stasiun kami bertanya kepada petugas apakah kereta Gaya Baru Malam sudah lewat belum. Petugas menjawab kalau kereta GBM barusan lewat. Lemas rasanya mendengar jawaban petugas itu.

Kami berempat memutuskan naik kereta Cirebon Ekspres (Cireks) sedangkan Agung memutuskan untuk pergi ke Bandung. Tujuan kami adalah berharap bisa mengejar kereta GBM. Nekat naik tanpa tiket karena emang loket udah tidak menjual tiket lagi. Terpaksa membayar Rp. 50.000,- ke kondektur di atas kereta. Dengan perasaan penuh harap, cireks sampai di Cirebon sekitar pukul 16.30 wib. Dan GBM tetap tidak terkejar. Akhirnya kami berpisah Robi dan Haris memutuskan naik bus menuju Purworejo dan Yogya, sedangkan aku, Bayu Aji, dan Dono memutuskan melanjutkan perjalanan dengan naik kereta Matarmaja jurusan Malang. Cerita perjalanan Robi dan Haris berakhir disini. Petualangan selanjutnya adalah perjalanan tiga laskar dengan kereta Matarmaja.

Setelah memutuskan naik kereta Matarmaja, kami bertiga naik becak dari stasiun Cirebon menuju ke stasiun Prujakan. Kereta yang dijadwalkan datang pukul 17.34 wib baru masuk stasiun pukul 18.40 wib. Gerbong kereta penuh sesak dengan penumpang. Kami bertiga setengah berlari menuju ke gerbong depan karena biasanya gerbong paling depan lebih sepi. Ternyata sama saja, bahkan di gerbong 1 dan 2 kami tidak bisa masuk kedalamnya. Kami hanya bisa berdiri di bordes bahkan untuk duduk pun tidak bisa. Pukul tujuh malam perlahan kereta mulai meninggalkan kota Cirebon. Stasiun demi stasiun terlewati, berharap banyak penumpang yang turun. Kenyataan bicara lain, penumpang bukannya berkurang tapi malah bertambah banyak.

Melihat kondisi ini, kami memutuskan untuk turun di Semarang dan melanjutkan perjalanan menuju Solo dengan bis. Kereta sampai di stasiun Poncol sekitar pukul 11 malam. Kami merasa terlepas dari penderitaan. Kami menyusuri jalan di kota Semarang yang sudah ramai orang yang akan merayakan pergantian tahun Masehi. Kami putuskan naik taksi menuju ke pemberhentian bis di Peterongan. Kami terjebak kemacetan di jalan Pemuda. Suasananya begitu ramai, letusan petasan dan kembang api menyinari kegelapan malam di udara. Lumayan, cukup mengobati kekecewaan hati kami yang terjebak macet. Cukup lama terjebak kemacetan, akhirnya sopir taksi memutuskan untuk memutar kembali menuju ke daerah Karang Ngaleh. Sampai di halte karang Ngaleh pukul 12 malam. Pergantian tahun baru di Semarang diiringi dengan turunnya hujan. Hawa dingin mulai menusuk daging dan tulang kami. Anehnya, Dono bisa tidur pulas di kursi halte. Aku dan Bayu tetap terjaga menunggu kedatangan bis. Sambil celingak celinguk mencari penjual wedang yang bisa menghangatkan tubuh ini.

Bis yang kami tunggu baru tiba pukul 01.15 wib. Ternyata bisnya juga penuh, kami hanya bisa berdiri. Bayangan bisa tidur pulas di bis mulai sirna. Alhamdulillah, tidak menunggu waktu lama ada penumpang yang turun. Aku duduk duluan. Sebelahku duduk dua orang wanita yang gemuk. Aku hanya kebagian separoh kursi, agak tersiksa juga. Tidak seberapa lama, Dono dan Bayu dapa tempat duduk juga. Dengan kondisi terjepit, akhirnya aku tertidur juga. Bangun-bangun bis sudah sampai Boyolali. “Sebentar lagi turun”, pikirku. Sampai Kartosuro pukul 03.15 wib. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga dikota impian walaupun harus dengan perjuangan yang cukup berat.

Pengalaman itu sungguh banyak membawa pelajaran bagi kami. Dan yang terpenting dari semua pelajaran yang kami dapatkan adalah selalu bersyukur kepada Allah yang telah memberikan begitu banyak nikmat bagi kami. Betapa banyak orang-orang yang selalu menderita setiap pulang dengan naik moda transportasi yang tidak nyaman itu, tapi mereka tidak mengeluh.