13 Januari 2011

CATATAN AKHIR TAHUN (PERJUANGAN ANGGOTA LASKAR SENJA)

Berharap bisa sampai di kota idaman dengan waktu lebih cepat dan bisa menikmati pergantian akhir tahun disana, aku dan lima orang teman berniat untuk pulang sebelum waktunya. Kami sudah membeli tiket kereta api Gaya Baru Malam Selatan dua hari sebelumnya. Kami meluncur ke stasiun Jatinegara bersama-sama sekitar pukul 11.00 wib. Jadwal keberangkatan kereta GBM dari stasiun Jatinegara pukul 12.32 wib. Sebelumnya kami sudah mencari informasi ke seorang teman yang pernah naik kereta ini. Katanya, kalau naik di stasiun Jatinegara mending sholat jum’atnya di Pasar Jaya aja lantai 3. Disana khutbahnya pendek, jadi masih banyak waktu untuk ngejar kereta. Dengan berbekal informasi tersebut kami memutuskan sholat jum’at disana.

Pukul 12.00 wib pak khotib sudah mulai berkhutbah. Detik demi detik berlalu berganti menit. Khotib masih terus berkhutbah dengan semangatnya. Aku mulai resah ketika melihat jam ditanganku, ternyata sudah pukul 12. 20 wib. Aku berbisik ke Agung yang duduk disebelahku. “Mas kalau sampai pukul 12.25 belum selesai kita cabut aja”. “Gak bisa keluar”, kata Agung. Lalu dia bertanya ke Dono. Kata Dono waktunya masih cukup. Walaupun hati ini semakin resah, tapi kami tetap menyelesaikan sholat jumat sampai selesai. Begitu salam, kami bergegas menuju stasiun. Dua orang teman (Robi dan Dono) masih melanjutkan sholat jama’ Ashar. Sesampai di stasiun kami bertanya kepada petugas apakah kereta Gaya Baru Malam sudah lewat belum. Petugas menjawab kalau kereta GBM barusan lewat. Lemas rasanya mendengar jawaban petugas itu.

Kami berempat memutuskan naik kereta Cirebon Ekspres (Cireks) sedangkan Agung memutuskan untuk pergi ke Bandung. Tujuan kami adalah berharap bisa mengejar kereta GBM. Nekat naik tanpa tiket karena emang loket udah tidak menjual tiket lagi. Terpaksa membayar Rp. 50.000,- ke kondektur di atas kereta. Dengan perasaan penuh harap, cireks sampai di Cirebon sekitar pukul 16.30 wib. Dan GBM tetap tidak terkejar. Akhirnya kami berpisah Robi dan Haris memutuskan naik bus menuju Purworejo dan Yogya, sedangkan aku, Bayu Aji, dan Dono memutuskan melanjutkan perjalanan dengan naik kereta Matarmaja jurusan Malang. Cerita perjalanan Robi dan Haris berakhir disini. Petualangan selanjutnya adalah perjalanan tiga laskar dengan kereta Matarmaja.

Setelah memutuskan naik kereta Matarmaja, kami bertiga naik becak dari stasiun Cirebon menuju ke stasiun Prujakan. Kereta yang dijadwalkan datang pukul 17.34 wib baru masuk stasiun pukul 18.40 wib. Gerbong kereta penuh sesak dengan penumpang. Kami bertiga setengah berlari menuju ke gerbong depan karena biasanya gerbong paling depan lebih sepi. Ternyata sama saja, bahkan di gerbong 1 dan 2 kami tidak bisa masuk kedalamnya. Kami hanya bisa berdiri di bordes bahkan untuk duduk pun tidak bisa. Pukul tujuh malam perlahan kereta mulai meninggalkan kota Cirebon. Stasiun demi stasiun terlewati, berharap banyak penumpang yang turun. Kenyataan bicara lain, penumpang bukannya berkurang tapi malah bertambah banyak.

Melihat kondisi ini, kami memutuskan untuk turun di Semarang dan melanjutkan perjalanan menuju Solo dengan bis. Kereta sampai di stasiun Poncol sekitar pukul 11 malam. Kami merasa terlepas dari penderitaan. Kami menyusuri jalan di kota Semarang yang sudah ramai orang yang akan merayakan pergantian tahun Masehi. Kami putuskan naik taksi menuju ke pemberhentian bis di Peterongan. Kami terjebak kemacetan di jalan Pemuda. Suasananya begitu ramai, letusan petasan dan kembang api menyinari kegelapan malam di udara. Lumayan, cukup mengobati kekecewaan hati kami yang terjebak macet. Cukup lama terjebak kemacetan, akhirnya sopir taksi memutuskan untuk memutar kembali menuju ke daerah Karang Ngaleh. Sampai di halte karang Ngaleh pukul 12 malam. Pergantian tahun baru di Semarang diiringi dengan turunnya hujan. Hawa dingin mulai menusuk daging dan tulang kami. Anehnya, Dono bisa tidur pulas di kursi halte. Aku dan Bayu tetap terjaga menunggu kedatangan bis. Sambil celingak celinguk mencari penjual wedang yang bisa menghangatkan tubuh ini.

Bis yang kami tunggu baru tiba pukul 01.15 wib. Ternyata bisnya juga penuh, kami hanya bisa berdiri. Bayangan bisa tidur pulas di bis mulai sirna. Alhamdulillah, tidak menunggu waktu lama ada penumpang yang turun. Aku duduk duluan. Sebelahku duduk dua orang wanita yang gemuk. Aku hanya kebagian separoh kursi, agak tersiksa juga. Tidak seberapa lama, Dono dan Bayu dapa tempat duduk juga. Dengan kondisi terjepit, akhirnya aku tertidur juga. Bangun-bangun bis sudah sampai Boyolali. “Sebentar lagi turun”, pikirku. Sampai Kartosuro pukul 03.15 wib. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga dikota impian walaupun harus dengan perjuangan yang cukup berat.

Pengalaman itu sungguh banyak membawa pelajaran bagi kami. Dan yang terpenting dari semua pelajaran yang kami dapatkan adalah selalu bersyukur kepada Allah yang telah memberikan begitu banyak nikmat bagi kami. Betapa banyak orang-orang yang selalu menderita setiap pulang dengan naik moda transportasi yang tidak nyaman itu, tapi mereka tidak mengeluh.