Masih Ingat dengan iklan pendidikan gratis yang sering ditayangkan di televisi ?
“kalau bapaknya sopir angkot anaknya jadi pilot, kalau bapaknya loper koran anaknya jadi wartawan”. Kemudian dilanjutkan dengan lagu “sekolah gratis ada dimana-mana”.
Ketika orang melihat iklan ini pasti akan berpikir bahwa sekolah sekarang gratis. Artinya tidak bayar sepeserpun. Paradigma ini muncul tidak hanya karena iklan itu saja tetapi juga digembar-gemborkan oleh para kontestan politik saat kampanye.
Kenyataannya, diberbagai daerah banyak sekolah yang masih memungut biaya sekolah seperti biaya gedung, biaya seragam sekolah, biaya ekstrakurikuler. Karena melihat iklan ini banyak orang tua murid yang terbengong-bengong, katanya gratis kok masih bayar. Bahkan di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat, orang tua murid berdemo mendatangi sekolah anaknya. Walaupun sudah dijelaskan oleh pihak sekolah mereka tetap tidak terima, alasannya ya iklan itu. Lain lagi dengan yang terjadi di Solo, ada salah seorang wali murid, yang bertanya kepada pihak sekolah kenapa masih harus bayar, jawabnya tanya saja ke dinas pendidikan.
Saya mencoba mengklarifikasi dengan membuka website Departemen Pendidikan Nasional tentang pendidikan gratis. Disana saya mendapatkan kejelasan bahwa yang gratis itu hanya untuk biaya SPP, biaya buku pendidikan dan biaya perawatan sekolah yang dimasukkan dalam BOS. Sedangkan biaya-biaya yang lain seperti biaya seragam, biaya ekstrakurikuler, biaya gedung tetap harus bayar.
Melihat hal ini menurut saya ada yang salah dengan iklan gratis ini, mengapa tidak dijelaskan bahwa yang gratis itu hanya SPP dan biaya buku. Ini jelas menimbulkan pemahaman yang salah bagi masyarakat kita, terutama yang tidak mampu.
Seharusnya, Departemen Pendidikan Nasional selaku pihak yang bertanggung jawab atas iklan ini melakukan update/perubahan iklan ini, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau penyesatan pemikiran ditengah-tengah masyarakat.
“kalau bapaknya sopir angkot anaknya jadi pilot, kalau bapaknya loper koran anaknya jadi wartawan”. Kemudian dilanjutkan dengan lagu “sekolah gratis ada dimana-mana”.
Ketika orang melihat iklan ini pasti akan berpikir bahwa sekolah sekarang gratis. Artinya tidak bayar sepeserpun. Paradigma ini muncul tidak hanya karena iklan itu saja tetapi juga digembar-gemborkan oleh para kontestan politik saat kampanye.
Kenyataannya, diberbagai daerah banyak sekolah yang masih memungut biaya sekolah seperti biaya gedung, biaya seragam sekolah, biaya ekstrakurikuler. Karena melihat iklan ini banyak orang tua murid yang terbengong-bengong, katanya gratis kok masih bayar. Bahkan di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat, orang tua murid berdemo mendatangi sekolah anaknya. Walaupun sudah dijelaskan oleh pihak sekolah mereka tetap tidak terima, alasannya ya iklan itu. Lain lagi dengan yang terjadi di Solo, ada salah seorang wali murid, yang bertanya kepada pihak sekolah kenapa masih harus bayar, jawabnya tanya saja ke dinas pendidikan.
Saya mencoba mengklarifikasi dengan membuka website Departemen Pendidikan Nasional tentang pendidikan gratis. Disana saya mendapatkan kejelasan bahwa yang gratis itu hanya untuk biaya SPP, biaya buku pendidikan dan biaya perawatan sekolah yang dimasukkan dalam BOS. Sedangkan biaya-biaya yang lain seperti biaya seragam, biaya ekstrakurikuler, biaya gedung tetap harus bayar.
Melihat hal ini menurut saya ada yang salah dengan iklan gratis ini, mengapa tidak dijelaskan bahwa yang gratis itu hanya SPP dan biaya buku. Ini jelas menimbulkan pemahaman yang salah bagi masyarakat kita, terutama yang tidak mampu.
Seharusnya, Departemen Pendidikan Nasional selaku pihak yang bertanggung jawab atas iklan ini melakukan update/perubahan iklan ini, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau penyesatan pemikiran ditengah-tengah masyarakat.