13 Oktober 2009

Bagaimana bersikap kepada alam

Bencana alam sepertinya tidak henti-hentinya menimpa kita. Gempa bumi yang dahsyat sampai dengan letusan gunung berapi terus melanda kita. Terlintas dalam ingatan kita bagaimana tsunami besar meluluhlantakkan Aceh, kemudian disusul gempa bumi di Yogyakarta, dan bencana alam lainnya yang tak kalah dahsyat dan telah menelan banyak korban jiwa. “Apakah alam mulai enggan bersahabat dengan kita?”, kata Ebiet G. Ade dalam syair lagunya. Apa yang seharusnya kita lakukan? Apakah kita harus menaklukkan alam seperti yang dikatakan oleh orang-orang Barat yang mewarisi orang-orang Romawi?.

Sayyid Quthb dalam fii zhilalil Qur’an mengatakan, ungkapan tersebut menunjukkan pandangan bodoh yang terputus hubungannya dengan Allah dan dengan ruh alam semesta yang tunduk kepada Allah. Seorang muslim percaya bahwa ada hubungan lain selain hubungan penaklukan dan kekerasan. Karena sesungguhnya Allah telah menundukkan alam untuk manusia dan memudahkannya untuk menyingkap rahasia-rahasianya dan mengenal hukum alam. Sikap seorang manusia muslim terhadap kekuatan alam adalah berusaha mengenalnya dan bersahabat dengannya, bukan takut dan memusuhinya. Hal itu disebabkan karena kekuatan manusia dan kekuatan alam itu bersumber dari irodah dan kehendak Allah, tunduk kepada irodah dan kehendak-Nya itu, saling mengisi dan saling membantu dalam gerak dan arahnya.
Manusia harus memikirkan dan mengenali sendiri jalan untuk bersahabat dengan alam. Apabila kekuatan alam mengganggunya, hal itu disebabkan manusia tidak memikirkannya dan mengenalinya dengan baik, serta tidak mengerti hukum alam. Apabila manusia memikirkan, menjinakkan, dan mengenal rahasia-rahasia alam, maka ia akan hidup bersama alam dalam suasana yang tenang, bersahabat dan penuh kecintaan. Kita ingat bagaimana saudara-saudara kita di Simeuleu ketika terjadi tsunami, begitu melihat air laut surut mereka langsung berlarian menuju daerah yang lebih tinggi. Hal ini mereka lakukan karena mereka belajar dari kejadian yang pernah terjadi pada nenek moyang mereka. Dan mereka selamat dari musibah tsunami itu. Allahu a’lam

01 Oktober 2009

Nikmatnya I’tikaf Sepuluh hari di bulan Romadhon

Sepuluh hari terakhir dibulan Romadhon ini, aku habiskan dengan beri’tikaf di masjid Jogokariyan Yogyakarta. Peserta i’tikaf jumlahnya cukup banyak, untuk yang ikhwan saja sekitar 80 orang belum lagi yang akhwat. Pesertai’tikaf berasal dari beberapa daerah ada yang dari kota Yogyakarta saja tetapi ada juga yang berasal dari luar kota seperti Batang, Magelang, bahkan ada pesertai’tikaf yang berasal dari Kediri. Usia mereka juga berbeda-beda. Ada yang sudah sepuh (tua) tapi masih bersemangat untuk mengikuti i’tikaf, Subhanallah. Kebanyakan masih muda-muda dan mereka sebagian adalah mahasiswa yang belajar di Yogyakarta.

Subhanallah banyak hal yang dapat aku peroleh selama sepuluh hari itu. Dari diskusi yang sering kami lakukan, aku mendapatkan banyak manfaat. Mungkin ini adalah berkah di bulan Romadhon. Dari sesuatu yang belum tahu menjadi tahu, sesuatu yang selama ini salah aku lakukan, jadi tahu kalau salah dan melakukan yang benar. Kami saling berbagi dalam segala hal, keilmuan, makanan berbuka, cerita. Aku merasakan nikmatnya kebersamaan selama mengikuti i’tikaf ini. Kami belajar untuk saling mengenal, saling menghormati, menghargai pendapat orang lain, saling tolong menolong.

Panitia i’tikaf telah mengagendakan beberapa kegiatan selama i’tikaf yaitu pagi setelah melaksanakan sholat shunnah Syuruq, ada kajian kitab taujihat nabawiyah, siang setelah Sholat Dhuhur dilanjutkan kembali dengan kajian kitab Taujihat nabawiyah. Kajian ini diasuh oleh ustadz Ahmad Chudori Lc. Kemudian ba’da sholat Ashar ada pelajaran tajwid yang diasuh oleh ustadz Sholihudin. Kegiatan rutin lainnya adalah ceramah ba’da shubuh, ceramah qobla taraweh, dan kajian tematik bagi peserta i’tikaf ba’da sholat taraweh yang disampaikan oleh ustadz-ustadz muda yang energik sepertiust. A. Chudori Lc, ust. Fauzil Adzim, Mas Salim A.Fillah, Mas Shofwan AlBanna, Kang Puji Hartono, ust Ardiyanto.

Padatnya kegiatan yang disiapkan oleh panitia tidak mengurangi jadwal tersendiri bagi peserta i’tikaf untuk berdzikir, dan bertilawah Al-Qur’an. Para peserta i’tikaf diberikan kebebasan untuk bermunajat kepada Allah di pertengahan malam hingga menjelang waktu sahur.

Begitulah gambaran kegiatan sewaktu mengikuti i’tikaf di masjid Jogokariyan. Semoga tahun depan masih dipertemukan dengan bulan Romadhon dan kembali mengikuti program i’tikaf sepuluh hari di masjid ini, Amien...

23 Agustus 2009

Zoning



Sedih rasanya melihat sawah yang lima tahun lalu kelihatan menghijau sekarang telah berubah menjadi bangunan mewah yang berdiri megah. Lima tahun lalu, ketika aku baru datang di kampung istriku, aku sering jalan-jalan pagi di sawah itu, tapi kini sedikit demi sedikit sawah itu telah berubah menjadi rumah. Udara segar yang dulu dapat aku nikmati sekarang berubah jadi panas.
Saudaraku, bagaimana nasib bangsa ini kedepan jika semua sawah yang subur itu sekarang sudah tidak ditanami padi lagi, atau ditanami jagung, tetapi sawah itu sekarang ditanami dengan batu bata, batu kali. Apakah makanan kita akan berubah jadi batu ?
Bayangan akan kesulitan pangan akan melanda negeri ini, terus menggelayuti pikiranku. Apa yang bisa aku lakukan ?
Pemerintah Daerah yang memiliki wewenang besar untuk mengatur semua ini. Yah, mereka harus segera bertindak dengan membuat peraturan peruntukan lahan. Peraturan ini sangat diperlukan agar tidak gampang terjadi konversi lahan dari fungsi pertamanya sebagai lahan pertanian menjadi lahan perumahan.
Dan hal ini telah dilakukan oleh Pemda Sleman Jogja. Mereka dengan tegas mengatur peruntukan lahan (zoning) sejak tahun 2001. Semoga hal ini dicontoh oleh pemda-pemda yang lain yang belum melakukannya.
Jayalah bangsaku, majulah pertanian negeri ku, Swasembada pangan pasti akan tercapai !!!

14 Juli 2009

IKLAN GRATIS YANG MENYESATKAN

Masih Ingat dengan iklan pendidikan gratis yang sering ditayangkan di televisi ?
“kalau bapaknya sopir angkot anaknya jadi pilot, kalau bapaknya loper koran anaknya jadi wartawan”. Kemudian dilanjutkan dengan lagu “sekolah gratis ada dimana-mana”.
Ketika orang melihat iklan ini pasti akan berpikir bahwa sekolah sekarang gratis. Artinya tidak bayar sepeserpun. Paradigma ini muncul tidak hanya karena iklan itu saja tetapi juga digembar-gemborkan oleh para kontestan politik saat kampanye.
Kenyataannya, diberbagai daerah banyak sekolah yang masih memungut biaya sekolah seperti biaya gedung, biaya seragam sekolah, biaya ekstrakurikuler. Karena melihat iklan ini banyak orang tua murid yang terbengong-bengong, katanya gratis kok masih bayar. Bahkan di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat, orang tua murid berdemo mendatangi sekolah anaknya. Walaupun sudah dijelaskan oleh pihak sekolah mereka tetap tidak terima, alasannya ya iklan itu. Lain lagi dengan yang terjadi di Solo, ada salah seorang wali murid, yang bertanya kepada pihak sekolah kenapa masih harus bayar, jawabnya tanya saja ke dinas pendidikan.
Saya mencoba mengklarifikasi dengan membuka website Departemen Pendidikan Nasional tentang pendidikan gratis. Disana saya mendapatkan kejelasan bahwa yang gratis itu hanya untuk biaya SPP, biaya buku pendidikan dan biaya perawatan sekolah yang dimasukkan dalam BOS. Sedangkan biaya-biaya yang lain seperti biaya seragam, biaya ekstrakurikuler, biaya gedung tetap harus bayar.
Melihat hal ini menurut saya ada yang salah dengan iklan gratis ini, mengapa tidak dijelaskan bahwa yang gratis itu hanya SPP dan biaya buku. Ini jelas menimbulkan pemahaman yang salah bagi masyarakat kita, terutama yang tidak mampu.
Seharusnya, Departemen Pendidikan Nasional selaku pihak yang bertanggung jawab atas iklan ini melakukan update/perubahan iklan ini, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau penyesatan pemikiran ditengah-tengah masyarakat.

03 Juni 2009

MENGATASI TUMPANG KEBIJAKAN PEMANFAATAN TANAH ANTARA UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA DENGAN UNDANG-UNDANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Latar Belakang

UU เคจो 5 Tahun 1960 atau Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 merupakan hukum agraria baru untuk mengganti hukum agraria lama yang sederhana, tidak bersifat dualisme, dan menjamin kepastian hukum bagi rakyat Indonesia.
UUPA memiliki beberapa tujuan pokok yaitu meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur। Tujuan kedua adalah meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan। Dan tujuan ketiga adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya
UUPA beserta peraturan pelaksanaannya merupakan perangkat hukum yang mengatur bidang pertanahan, dan menciptakan hukum tanah Nasional yang tunggal didasarkan pada hukum adat. Hukum adat sebagai dasar UUPA adalah hukum aslinya golongan rakyat Indonesia yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi suasana keagamaan.
Untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, negara tidak perlu bertindak sebagai pemilik tanah, tetapi lebih tepat jika negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak sebagai Badan Pengelola. Negara diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya; untuk menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumi, air, dan ruang angkasa itu; untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, negara dapat memberikan tanah tersebut kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau swatantra) untuk dipergunakan pelaksanaannya masing-masing.
Keberadaan hak subjektif diakui oleh UUPA disamping hak masyarakat atas tanah dengan cara negara memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi setiap pemegang hak atas suatu bidang tanah. Dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap aset tanah instansi pemerintah dan kepastian hukum dalam kepemilikannya perlu didasari oleh dasar-dasar penguasaan hak yang sah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Pengaturan pendayagunaan dan pemanfaatan tanah aset instansi pemerintah telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Perlindungan dan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dapat diberikan melalui pendaftaran tanah.
Dengan adanya dua undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan dibawahnya menyebabkan banyak terjadi penyelewengan terhadap pemanfaatan tanah yang dikuasai negara. Hal ini karena banyaknya tumpang tindih diantara peraturan perundang-undangan ini. Beberapa kasus penyelewengan tanah negara telah disidangkan di pengadilan, seperti kasus Gelora Bung Karno, kasus tanah Kemayoran, dan banyak lagi kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terkait dengan pemanfaatan tanah yang dikuasai negara.

Permasalahan
Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang timbul dengan adanya dua undang-undang ini adalah terjadinya ketimpangan antara peraturan perundang-undangan pertanahan yang ada sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap hak atas tanah rakyat seluruhnya.

Pemanfaatan Tanah yang dikuasai Negara menurut UUPA
UUPA mengatur adanya hak-hak atas tanah, air, dan ruang angkasa. Hak-hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak yang telah disebutkan yang akan ditetapkan undang-undang serta hak yang bersifat sementara.
Dalam rangka pemanfaatan tanah yang dikuasai oleh negara, UUPA mengatur adanya hak pakai. Menurut Pasal 41 ayat 1 UUPA, hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan dalam undang-undang ini. Menurut pasal 43 ayat 1 UUPA, sepanjang tanah yang dikuasai langsung oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
Menurut pasal 43 ayat 1 UUPA, sepanjang tanah yang dikuasai langsung oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, tanah yang dapat diberikan hak pakai adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Hak pakai atas tanah negara dan atas hak pengelolaan diberikan jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka waktu hak pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan hak pakai atas tanah yang sama.
Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada :
a. departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah
b. perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional
c. badan keagamaan dan badan sosial.
Ketika pengguna tanah dengan hak pakai sebagaimana tersebut diatas tidak menggunakan tanah untuk kepentingan publik maka hak pakai selamanya atas tanah tersebut secara otomatis hapus.
Hak pakai atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan hak pakai bisa terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah dan pewarisan. Peralihan hak pakai atas tanah negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang. Sedangkan peralihan hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan.

Pemanfaatan Tanah Milik Negara menurut UU Perbendaharaan Negara
Didalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang UU Perbendaharaan Negara, dikenal adanya istilah barang milik negara yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang milik negara/daerah berupa tanah yang dikuasai oleh pemerintah pusat/daerah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah yang bersangkutan.
Tanah dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 lebih jelas mengatur masalah pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan. Pengertian pemanfaatan pada pasal 1 angka 8 PP No. 6 Tahun 2006 adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/daerah. Jangka waktu penyewaan barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu; tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan; persyaratan lain yang dianggap perlu. Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/daerah.
Pinjam pakai barang milik negara/daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah. Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu; tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman; persyaratan lain yang dianggap perlu.
Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah; sera meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah. Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/daerah dimaksud;
b. mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;
c. mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;
d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang;
f. selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan;
g. jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara/daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi; dan tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud. Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara dilaksanakan oleh pengelola barang.
Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani. Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat. Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik negara/daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah.

Alternatif pemecahan masalah
Ada perbedaan cara dalam pemanfaatan tanah “milik negara” antara UUPA dengan PP No. 6 Tahun 2006. Menurut UUPA, hak atas tanah diberikan dalam bentuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Sedangkan menurut PP No. 6 Tahun 2006, pemanfaatan tanah bisa dilakukan tanpa mengubah hak atas tanah melalui sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun guna serah/bangun serah guna.
Apabila dilihat secara hukum, hal ini merupakan penyimpangan terhadap UUPA. Tetapi jika dilihat dari tujuan secara ekonomi yaitu untuk meningkatkan penerimaan negara, maka hal ini bisa diterima dan menjadi suatu paradigma baru terhadap peraturan pertanahan di Indonesia. Negara kita memerlukan anggaran dana yang sangat besar untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, untuk itu pemerintah berusaha mencari langkah-langkah yang bisa meningkatkan penerimaan negara tidak terkecuali dari pemanfaatan tanah yang dikuasai negara.
Adanya perbedaan peraturan perundang-undangan ini menimbulkan ketidakpastian hukum di negara kita. Oleh karena itu, agar tercipta adanya kepastian hukum di negara kita terutama dalam hal pertanahan, maka perlu dilakukan revisi/perubahan terhadap UUPA dengan tidak menghilangkan ruh/semangat pembuatannya yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Revisi dilakukan dengan menambah pasal-pasal yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi yang semakin komplek yang dihadapi oleh negara terutama terhadap pemanfaatan tanah yang dikuasai oleh negara.

Kesimpulan/saran
Ketimpangan yang terjadi antara UUPA dengan UU Perbendaharaan Negara serta peraturan perundang-undangan dibawahnya karena adanya perbedaan pandangan/ pola pikir dalam pembuatannya. Secara hukum hal ini menimbulkan adanya ketidakpastian hukum pertanahan di Indonesia.
Oleh karena itu, agar dapat menampung kepentingan ekonomi yang lebih luas terutama terhadap pemanfaatan tanah yang dikuasai negara perlu dilakukan perubahan/revisi terhadap UUPA